Hampir masing-masing dari kita pernah merasa ada sesuatu yang kita harapkan tidak kunjung atau bahkan tidak pernah terjadi. Jika dulu saat mendapatkan seminar motivasi di bangku SMA atau di bangku MLM (XD), kita semangatnya bukan main, bermimpi setinggi-tingginya, tanpa berpikir bagaimana caranya.
Hingga saatnya satu per satu mimpi berubah menjadi resolusi setiap tahunnya, ditulis setiap akhir tahun dengan substansi yang sama. ada yang akhirnya berhasil meraihnya, ada pula yang akhirnya menyerah dan takut untuk bermimpi.
Mimpi adalah sarana mendapatkan motivasi, bukan sarana untuk menjadikan diri depresi. Itulah ekspektasi.
Beruntung aku punya agama, dalam agamaku kepastian hanya milikNya, sehingga aku tidak pernah membuat ekspektasi berlebih kepada selainNya.
Jika direnungi, akhir hidup dari semua makhluk adalah mati dan setelah mati, aku percaya akan diadili dan masuk baris kanan atau kiri. Bagiku kampung Halaman ku ada di baris kanan, tapi sungguh sulit untuk kembali jika tidak benar-benar fokus untuk membekali diri.
Ketika aku bandingkan ekspektasi-ekspektasiku dulu, peluang terjadinya hal-hal tersebut adalah 100% terjadi menurut apa yang aku percaya, kalaupun nanti tidak terjadi, aku tidak akan merugi karena sangat membantu semua tuntunan yang kucoba untuk aku laksanakan.
Jika kita diajarkan untuk melihat kedepan beberapa tahun kedepan (dalam seminar motivasi) dan membuat perencanaanya, maka tidak ada salahnya, kalau merencanakan sesuatu yang sudah pasti dan lebih jauh dari “masa depan” versi dunia.
Melihat jauh kedepan dari yang sudah pasti membuat ekspektasi dan tujuan di dunia menjadi sangat kecil, namun sungguh menantang. Mau bagaimanapun kita tetap punya pilihan, impian, keinginan, dan banyak hal yang kita harapkan.
Tapi, pernahkah kita sadari bahwa selama ini sebagian dari pemimpi akhirnya berubah menjadi seorang yang dipenuhi angan-angan?
Mimpi dan angan-angan memang bagaikan dua hal yang sama tapi memiliki perlakuan yang berbeda. Angan-angan membuat kita tidak pernah melihat apa yang ada di depan mata kita, sedangkan mimpi selalu menyantap hidangan yang ada didepannya.
Mimpi memang perlu validasi
Manusia dianugerahi otak untuk berpikir, mimpi-mimpi kita bukanlah sesuatu yang harus benar-benar terjadi karena memang kita tidak memiliki kuasa untuk membuatnya terjadi.
Oleh karena itu, mimpi memang perlu validasi, jika memang hidangan-hidangan di depan mata kita merupakan menu yang pas dengan selera kita, maka Makanlah dengan sepenuh hati.
Namun, jika tidak sesuai dengan selera kita, kita pun tetap harus memakannya karena tidak mungkin kita buang dari hidup kita, karena jika kita buang itu, saru (gak sopan) namanya! Yah, akupun terpaksa memakannya.
Pilih-pilih hidangan tidak baik untuk kesehatan
Menyantap semua hidangan di depan mata memang sangat sulit, seringkali hati ini meronta karena menu yang dihidangkan membuat kita tidak selera makan.
Banyak menu yang sehat seringkali menyiksa untuk dirasa, tapi baik bagi raga. Jika ingin sehat hati dan pikirannya, maka berhentilah mengabaikan menu-menu yang sehat itu.
Terus temukan apa yang akan kita tuju hingga kita yakin itu jalannya
Tidak perlu khawatir jika sekarang kita tidak memiliki impian yang besar, karena besar kecilnya impian itu relatif. Jika seorang wanita bermimpi menjadi ibu dari anak soleh yang sukses menyelamatkannya dari barisan kiri, maka baginya anak soleh merupakan impian besar yang tidak semua orang menganggap hal itu besar.
Dengan menyantap habis menu di depan mata, lidah dan perasa kita akan terbiasa dengan semua hidangan, jiwa dan raga akan tumbuh sehat bersama hidangan-hidangan terbaik dariNya. Dia akan memberikan menu yang sangat enak dan diluar ekspektasi kita jika kita tidak pernah menyia-nyiakan hidanganNya.