KotaKardus– Life is about choices and you have a freedom to choose one of ’em, But, you have to make sure you can defend ’em in front of Allah!
Semilir angin, suasana sejuk, selalu membuat mata ini ingin terpejam. Setidaknya itulah yang aku rasakan ketika sholat Jumat dimulai. Kadang aku bertahan, kadang aku pun kalah. Namun hari ini ada sebuah perbedaan, aku justru tidak bisa memejamkan mata, karena ada sebuah kalimat yang aku ingin mendengar penjelasannya lebih lanjut.
Sebuah kalimat singkat dan mudah dimengerti menjadi pembuka Khotib Jumat, “Hidup ini penuh dengan pilihan, kita bebas untuk memilih, bahkan Allah pun membebaskan kita untuk beriman atau menjadi kafir. Namun, harus dapat kita pastikan dari berbagai pilihan tersebut, kita dapat mempertahankannya/mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah S.W.T!”
Sebuah logical thinking yang menurutku akan banyak diterima oleh kalangan akademisi dan mahasiswa yang selalu sok ingin logis dalam segala hal. Logika ini ternyata memberikan implikasi yang signifikan atas pilihan-pilihan yang ada. Dalam ilmu ekonomi, manusia selalu dihadapkan oleh pilihan-pilihan, kemudian dari pilihan-pilihan tersebut kita akan menilainya manakah pilihan yang terbaik untuk kita dan saat itulah kita menentukan pilihan. Semua orang melakukan hal yang sama, perbedaannya adalah sudut pandang dan worldview mana yang digunakan.
Banyak contoh bagaimana sudut pandang dan keyakinan itu menghasilkan pilihan yang berbeda:
- Dua orang mahasiswa, memiliki sudut pandang berbeda mengenai dunia perkuliahan, yang satu menganggap nilai bukan sebuah hal yang penting, maka ia hanya akan mengeluarkan usahanya untuk setidaknya lulus. Berbeda dengan mahasiswa yang memiliki sudut pandang bahwa nilai itu sangat penting baginya, maka ia akan berusaha untuk mendapatkan nilai yang terbaik.
- Sama-sama seorang Muslimah, muslimah yang memiliki worldview bahwa hijab syar’i adalah wajib, maka ia akan berusaha sebaik dan dengan kreatifitasnya untuk memakai hijab syar’i tanpa mencari pembenaran atau alasan apapun. Sebaliknya, Muslimah yang menggunakan worldview berbeda dimana ia menganggap bahwa yang penting berjilbab, maka ia akan menggunakan hijab ala kadarnya dan semampunya. Manakah yang lebih baik? Tentu tergantung worldview kita (tentu jelas lebih baik berjilbab daripada tidak sama sekali). Yang jelas dari kedua pilihan berbeda tersebut, kita harus yakin pilihan itu dapat kita pertahankan dan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. Oh, tidak usah menunggu lama, apakah kita mampu menjawab pertanyaan munkar dan nakir nantinya?
Khutbah sang khotib terus berlanjut dan aku semakin tertarik untuk mengikutinya. Ia selalu menggarisbawahi khutbahnya yang berujung pada bagaimana kita bertanggungjawab kepada Allah atas pilihan-pilihan kita. Profesi, kegiatan, pasangan, makanan hingga pilihan keyakinan merupakan pilihan-pilihan yang bebas untuk kita pilih asalkan kita yakin atas pilihan tersebut dan bertanggungjawab atas pilihan tersebut.
Pilihan-pilihan juga akan dipengaruhi oleh kawan-kawan kita, dengan siapa kita bergaul, dengan siapa kita berdiskusi dan lagi-lagi pilihan itu akan kita pertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, pintar-pintarlah untuk memilih teman dekat karena itu akan memengaruhi pilihan kita.
Khotib masih menjelaskan panjang lebar mengenai logika ini dan aku sudah banyak menangkap banyak hal dibalik khutbahnya. Semuanya berakhir pada QS. Al-Asr ayat 1-3 dimana “Demi Waktu” manusia pada dasarnya akan merugi, kecuali orang-orang yang mengerjakan amal sholeh, nasihat-menasihati dalam kebaikan (dakwah), nasihat-menasihati dalam kesabaran (dakwah). Aku anak fakultas ekonomi, aku mengerti logika ini dan aku mengerti aku tidak ingin rugi di dunia ini. Sudut pandangku semakin luas saat ini, aku dapat menggunakan beberapa worldview untuk menentukan pilihan dan aku senang kali ini aku tidak mengantuk!
Khutbah yang menggugah dan memberikan jawaban atas pertanyaanku selama ini. Pertanyaan yang muncul bahkan saat aku berangkat untuk mengikuti shalat Jumat. Ini soal teman karibku, Ndus!
Hari ini adalah hari yang terkenal pendek buatku, ya mungkin juga sama pendeknya kaya yang orang-orang rasakan. Hari penuh berkah yang seharusnya inilah hari libur! Jumat Mubarak!
“Dus, ngapain ente?”
“Lagi nugas Kar! Dedlen nih dedlen!” jawab Ndus yang selalu sibuk.
Waktu sudah menunjukkan 11.39 WIB, suara-suara khas sebelum jumatan pun mengiringi kami sebagai umat Muslim. Aku seringkali melihat masih banyak saja orang-orang bahkan temanku sendiri yang masih tidak memerhatikan dan melaksanakan kewajiban ini. Entahlah apa yang ada di pikiran mereka. Aku tidak begitu peduli dengan mereka, tapi aku agaknya peduli dengan sobatku yang satu ini. Dia temanku sejak SMP, Ndus namanya.
“Bro, jumatan yuk!”
“Tar aja, titip salam ya Bro sama Allah! Lo kan soleh! hehe”, jawabnya santai
“Assalamu’alaykum”, jawabku agak ketus
Aku tinggalkan dia dengan berat hati, hingga saat ini aku belum berhasil mengajaknya sholat, bahkan untuk sholat Jumat yang diadakan satu pekan sekali. Pikiranku akhirnya tertuju pada sebuah pertanyaan menggelitik tentang mengapa aku masih gagal dan mengapa ada orang-orang seperti Ndus. Huh, terlalu memusingkan untuk dipikirkan! Itu pilihannya dan ini pilihanku!
Mungkin inilah hikmah yang Allah berikan kepadaku, bahwa hidup itu penuh dengan pilihan, kita bebas untuk memilih, namun kita harus memastikan jika pilihan kita dapat kita pertahankan/dipertanggungjawabkan di depan Allah nanti. Hal serupa juga berlaku untuk kawanku, Ndus. Aku hanya bisa mengingatkan, Allah yang memberikan hidayah. Jadi, tugasku telah tertunaikan!
O iya, aku lupa kenalan, namaku Sekar! Tapi aku cowok, ini nama dari orang tuaku đŸ™‚
One Reply to “#KotaKardus 1 | Hidup Itu Pilihan”